Oleh : Kurniawan Hendra

Belum lama Indonesia terbius oleh berita mengenai bencana alam banjir di sekitar Sungai Bengawan Solo serta kondisi kesehatan mantan presiden Indonesia, Soeharto, kini ada lagi berita menghebohkan yang mencuat ke tengah-tengah masyarakat. Kenaikan harga kedelai yang mencapai seratus persen menyebabkan warga khususnya para pengusaha tahu dan tempe menjerit.
Masalah kenaikan harga kacang kedelai ini membuat para pengusaha, merasa kebingungan, baik dalam hal produksi dan juga harga jual tahu dan tempe tersebut di pasaran nanti. Sebenarnya kenaikan harga kedelai ini sudah berlangsung sejak bulan Oktober tahun lalu. Namun, kenaikan ini mulai baru terasa sangat memberatkan terjadi di bulan Januari tahun ini.
Dampak dari kenaikan harga tersebut bagi rakyat, terutama pengusaha kecil, terpaksa mengurangi hasil produksinya bahkan ada yang mengurangi karyawannya sebagai upaya untuk mempertahankan usahanya agar terus beroperasi. Misalnya semula per rancaknya diiris menjadi 100 biji, sekarang diperkecil menjadi 120 biji per rancak. Bagi pengrajin tahu kecil kenaikan harga kedelai impor itu sangat memukul. Bukan hal mustahil, dampak kenaikan harga dapat mengakibatkan pengrajin tahu yang memiliki modal pas-pasan bisa gulung tikar. Keuntungan tidak sepadan dengan biaya produksi itulah yang membuat pedagang bangkrut.
Kondisi itu secara otomatis akan berdampak terhadap harga jual atau penyesuaian harga. Misalkan saja semula harga tahu goreng dijual ke konsumen seharga Rp 250/biji. Namun setelah terjadi kenaikan bahan baku, tahu goreng saat ini dijual Rp 1.000/3 biji dan ada pula yang menjualnya seharga Rp 350/biji. Dengan begitu, sudah barang tentu penyesuaian harga itu akan memengaruhi pemasaran.
Minimnya pasokan serta kenaikan harga kedelai import yang berimplikasi pada naiknya harga produk turunannya seperti tahu dan tempe ini dikarenakan adanya spekulasi cuaca kering di Argentina yang menyebar ke Brazil dan mengganggu pertumbuhan tanaman kedelai dan jagung . Sebenarnya ada juga produk dalam negeri seperti dari Lampung, Jawa dan Aceh, namun belakangan sudah jarang dijual di pasaran. Padahal kedelai lokal seperti dari Aceh sebetulnya tidak kalah kualitasnya. Selain bersih, bila direndam dengan air bisa mengembang seperti kedelai impor. Sejak kedelai lokal hilang dari pasaran, para perajin tahu sangat tergantung terhadap kedelai impor dari Amerika dan RRC. Kecenderungan menggunakan bahan baku impor itu karena tidak ada pilihan lain lagi bagi para perajin tahu.
Kasus ini menunjukkan adanya kebijakan kosong pemerintah dalam hal ketahanan pangan, khususnya untuk kedelai. Produksi kedelai tidak optimal dikarenakan kebijakkan pemerintah terhadap prioritas komoditas impor.
Pengusaha tahu berharap pada keseriusan pemerintah untuk turun tangan menanggapi masalah ini. Walaupun pemerintah telah menurunkan bea masuk impor kedelai, namun penghapusan bea masuk hanya bisa menurunkan harga kedelai sedikit harga kedelai tetapi tidak menjamin harga akan terus turun. Sehingga hal ini tidak akan menjawab tuntutan produsen.
Seharusnya pemerintah sudah siap dengan keadaan di Indonesia ketika ada info tentang pengurangan lahan kedelai di AS sebesar 15 persen. Karena tak siap, akibatnya sekarang, rakyat Indonesia menjadi panik.
Solusi jangka panjang yang jauh lebih memuaskan semua pihak, adalah menaikkan produksi kedelai lokal, yang hanya memasok sekitar 30 persen dari kebutuhan nasional sementara impor kedelai untuk produksi tahu-tempe mencapai 1,3 juta ton.
Ironis sekali, padahal Indonesia punya lahan luas lagi subur yang tidak diperdayakan, justru impor yang digalakkan. Terlebih tak sedikit pula para ahli pertanian di Indonesia. Kenapa mulai sekarang kita tidak belajar mencintai produk dalam negeri? Malah memilih impor?
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu mendorong para petani lokal untuk membudidayakan kedelai unggul. Sehingga ketika harga kacang kedelai di pasar luar negeri melonjak, tak ada lagi cerita kelangkaan kedelai. Pengusaha tidak lagi mengandalkan kedelai impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri namun bisa mengandalkan produk lokal. Terlebih Indonesia meiliki lahan yang luas lagi subur. Dan tak sedikit pula para ahli pertanian di Indonesia.
Untuk lebih meningkatkan produksi, pemerintah juga diharapkan menyediakan sarana dan prasarana yang cukup untuk para petani. Contohnya, teknologi pengeringan kedelai.

*) Penulis adalah Mahasiswa
Teknik Elektro UGM 2007



Posted by d'ParNozt Labels:

0 comments:

Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger template by blog forum