Kali ini muncul kembali suatu kebijakan kontroversial yang akan dikeluarkan pemerintah. Rencana pembatasan BBM di berbagai daerah, yang rencananya akan dimulai di Jabotabek, dilanjutkan Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Batam, ternyata menimbulkan berbagai kontroversi. Rencana ini dilakukan mengingat naiknya harga bbm internasional yang mencapai harga sekitar $100 per barel, sehingga membengkakkan nilai subsidi premium dalam negeri.
Memang adanya kebijakkan seperti ini juga tak lepas dari keadaan ekonomi di negara kita. Apabila hal ini tidak dilakukan pemerintah, maka akan terjadi penekanan pada APBN kita. Selain itu dengan adanya kebijakkan tersebut, pemerintah berharap akan mengurangi pencemaran udara, terutama di kota-kota besar sehingga dapat mengurangi risiko global warming (pemanasan global).
Dampak positif lain dengan adanya kebijakan tersebut adalah dapat mamancing minat masyarakat untuk lebih kreatif dan inovatif menemukan bahan bakar alternatif baru yang ramah lingkungan. Sehingga selain dapat mengurangi faktor emisi gas yang menjadi penyebab utama global warming, hal ini diharapkan juga dapat mengurangi ketergantungan masyarakat dengan bahan bakar fosil, terutama minyak bumi. Bahkan jika hal tersebut bisa diproduksi dengan baik, dapat meningkatkan pendapatan negara serta mengurangi subsidi BBM yang kemudian bisa dialihkan kepada hal yang lain, misalnya pendidikan. Akan tetapi untuk mewujudkan hal seperti ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu adanya kemauan dan kesanggupan masyarakat untuk mengawali dan konsisten di dalamnya.
Di lain pihak, pembatasan BBM akan menyebabkan susahnya masyarakat untuk mendapatkan barang ini. Dan secara otomatis hal itu akan berdampak juga pada kenaikkan harga dari premium itu sendiri. Seperti dalam ilmu ekonomi, jika demand (permintaan) sedikit namun supply (penawaran) barang dan/ jasa banyak maka akan berdampak pada penurunan harga barang tersebut. Di lain pihak, tatkala demand (permintaan) banyak namun supply (penawaran) barang dan/ jasa sedikit maka akan berdampak pada kenaikan harga barang tersebut.
Padahal telah kita ketahui bersama, jika harga bbm naik (terutama premium), maka itupun akan menyebabkan harga kebutuhan sehari-hari meningkat. Ini terjadi karena adanya suatu keterkaitan antara proses produksi dan distribusi barang dan/ atau jasa biasanya membutuhkan bahan bakar.
Apabila dilihat dari sudut pandang tersebut, pastilah hal itu akan menyebabkan rakyat miskin menjadi semakin sengsara. Terlebih-lebih hal itu dilakukan tatkala banyak bencana yang terjadi di Indonesia. Bayangkan, para fakir miskin, yang konon dalam undang-undang dilindungi negara, maupun para korban bencana alam, belum tentu meraka bisa memenuhi kebutuhan hidup untuk sehari saja. Rumah tidak ada, sanak saudara hilang, penyakit di mana-mana, bagaimana apabila kondisi tersebut malah semakin diperparah dengan adanya kebijakkan seperti ini?
Kenapa tidak mencoba membuat alternatif baru untuk dapat meningkatkan pendapatan negara? Mengapa juga tidak mengurangi pemborosan APBN yang memang tidak perlu dianggarkan? Padahal kita lihat, APBN yang seharusnya digunakan untuk negara malah digunakan dengan enaknya, dikorupsi oleh orang-orang di atas sana. Hal ini masih menunjukkan, betapa kurang kreatif dan inovatifnya pemerintah kita untuk memberikan kebijakan-kebijakan. Bahakan hal ini malah terkesan latah dalam bereaksidan memberikan keputusan dengan kondisi yang ada.
Akan tetapi dengan adanya kontroversi semacam ini diharap masyarakat tidak turut memperparah keadaan dengan melakukan tindak anarki yang merusak fasilitas-fasilitas umum yang ada bahkan tindakan-tindakan lain yang dapat membuat nyawa seseorang hilang, seolah tak berharga lagi. Karena bagaimanapun juga fasilitas umum tersebut teranggarkan juga di APBN. Dan perlu bagi kita untuk menjaganya.
*)Penulis adalah mahasiswa
Teknik Elektro UGM
didaptasi dari : Kedaulatan Rakyat, 22 Januari 2008
0 comments:
Post a Comment